Batam (Leadernusantara.com) – Perusahaan Surat Kabar (PERS) maupun Para Jurnalis di Indonesia merasa terusik karena beberapa kebijakan Dewan Pers yang mengintruksikan kepada Humas-humas di kantaor pemerintahan diseluruh Tanah Air.
Adapaun kebijakan Dwan Pers tersebut, Diantaranya menintruksikan kepada humas kantor pemerintahaan di Indonesia, Jika media (Pers) yang ingin mengajukan bentuk kerjasama dengan pemerintah dalam fublikasi kegiatan pemerintah yang menggunakan dana APBD telah dianggarkan.
Awalnya Pers boleh diterbikan harus berdasarkan dari PT, Koperasi atau Yayasan, baru-baru ini muncul lagi, Pers terdaftar di Dewan Pers, para Wartawannya juga harus memiliki sertifikasi ujikopentensi (UKW). Akibat munculnya intruksi tersebut sejumlah Pers merasa terusik.
Terkait hal itu, Forum Pers Independent Indonesia(FPII) akan Menggelar aksi demo Damai besok di sejumlah titik di Jakarta. Hal itu dikatakan Mustafa Hadi Karya selaku Ketua Sekretariat Nasional(Seknas) FPII, di Sekretariat FPII Gedung Pelopor Lantai II Jalan Rajawali Timur I, Kalibata Jakarta Selatan.
Dalam Rilisnya menyebutkan, Sejumlah Insan Pers dari Ratusan Media Massa di seluruh indonesia, akan menggelar aksi demo damai, merupakan Aksi kedua kalinya di gelar oleh FPII. Hal itu bertujuan untuk mengingatkan Sejumlah oknum yang terkesan Memberengus kebebasan Insan Pers di Indonesia.
Lanjutnya “Ini adalah aksi kedua dimana kehadiran (FPII) untuk mengingatkan pada saat ini, bukan hanya oknum-oknum anggota DP yang kita ingatkan, tetapi juga beberapa lembaga yang mulai ikut mencoba mempersempit ruang gerak para jurnalis dan media,” ujar Pria yang akrab di panggil Opan, pada 12 April 2017.
Adapun Lembaga lainnya yang dimaksud adalah Kementerian Komunikasi, Telekomunikasi dan Informatika alias Kominfo, pada saat ini telah mencoba untuk ikut serta mengontrol keberadaan media masa, “mungkin dianggap sebagai musuh pemerintah”.
Hal itu terbukti dalam pengajuan Panja RUU ITE, dalam beberapa pasal yang diusulkan diperkirakan untuk dapat menyeret media atau jurnalis dalam KUHP, sepertinya bentuk upaya mengriminalilasi Pers maupun Jurnalis.
“ Dengan dalih yang disampaikan ke masyarakat, berita hoax, upaya mereka agar tidak menuai protes dari masyarakat, sehingga ada alasan untuk mengajukan Panja RUU tersebut,” ujar Opan, sambil mengingatkan prestiwa10 media sempat di bredel oleh kominfo, namun terpaksa batal karena terganjal UU Pers nomor 40 tahun 1999.
Aksi yang akan dilakukan pada tanggal 13 april 2017, Sasaran FPII akan melakukan aksi demo damai di tiga titik, diantaranya DPR RI (Komisi I), kantor Kominfo, kantor Dewan Pers, yang dianggap terkesan mengekang kebebasan Pers di Indonesia, dengan alasan untuk mengembalikan hak prifasi orang banyak.
“ Dalam hal ini pengurus FPII meminta kepada Dewan Pers, Kominfo dan Komisi I, agar mengkaji secara arif dan bijak wacana yang akan dibuat, sehingga tidak timbul perseden yang tidak menguntungkan kepada semua pihak. Perlu diseksamai bahwa PERS pilar ke empat setelah Esekutiv, Legeslativ, Yunikativ, di Negri NKRI,” ujar Opan.
Sementara Ketua Presidium Kasihhati mengatakan, FPII bukan untuk mengusik Dewan Pers, namun diharapkan apabila Dewan Pers mengeluarkan kebijakan tentang Pers, semestinya mengajak para pendiri Pers, karena Dewan Pers berpungsi sebagai Pembina serta pengayom para Insan Pers.
“Kami berbeda dengan Dewan Pers dalam menjalankan fungsi kontrol, namun dalam hal kedudukan kami mensejajarkan diri, sesuai dengan legalitas yang kami ajukan,” ujar Kasihhati.
Bahkan soal keberadaan FPII juga dilanjutkan dengan membentuk FPII di daerah dengan nama Sekretariat Wilayah FPII, dimana lebih mudah menjalankan fungsi kontrol untuk para jurnalis, bukan dengan membeda-bedakan bahkan mengkotakan media massa seperti yang dilakukan oleh Dewan Pers selama ini.
FPII sendiri akan membuat sistim verifikasi yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999, dimana setiap pekerja pers yang berada di FPII akan mendapatkan kartu identitas yang tercantum dalam website milik FPII, yang bisa diakses oleh para pimpinan wilayah, agar bisa mengontrol keberadaan anggotanya di setiap wilayah masing-masing.
Terkait dengan media itu sendiri, Kasihhati mengatakan jika akan dibuatkan sebuah QR Code dan akan selalu di kontrol langsung oleh pihak Setnas yang bekerjasama dengan Setwil, hingga media-media tersebut bisa mendapatkan bimbingan dan pelatihan secara baik.
“Kalau di Dewan Pers mereka tidak melakukan hal tersebut, justru mereka memperlakukan media yang ada sebagai “sapi perah” dimana setiap media harus diverifikasi dengan tuntutan yang tidak masuk akal, bahkan jurnalisnya harus di uji kompetensi, dan itu tidak gratis, ada biaya yang harus dikeluarkan, hingga jutaan rupiah,” ujar Kasihhati.
keterangan tersebut dipertegasnya kembali saat Di hubungi Leadernusantara.com Rabu(12/4), Yangg jelas saya dan teman-teman mendirikan FPII untuk menampung aspirasi teman-teman Pers yang tidak diakomodir oleh Dewan Pers, dan memperjuangkan hak-hak Insan Pers yang selama ini tidak pernah mereka dapatkan.
Bila ada yang menghalangi FPII memperjuangkan nasib Insan Pers yang selama ini kerap Dikriminalisasi dan Diintimidasi di lapangan, serta dikebiri oleh sejumlah pihak , hanya satu kata LAWAN FPII lahir sebagai penyeimbang, Tegasnya. (Ifan)
Discussion about this post