Lingga (Leadernusantara.com) – Bupati Lingga Muhammad Nizar kukuhkan Lembaganya Adat Melayu (LAM) Desa Mepar, masa bakti 2022-2027, pada Sabtu malam 29 Januari 2022. Pemkab Lingga focus ingin jadikan Desa Mepar sebagai salah satu desa tujuan wisata sejarah, budaya dan religi.
Menurut Bupati Lingga dalam kata sambutan M.Nizar mengatakan, bahwa Desa Mepar merupakan pintu masuk Kabupaten Lingga, adalah pulau yang kaya dengan sejarah dan adat budaya. Kearifan lokal yang masih terjaga ditengah hiruk-pikuknya moderenisasi.
Cagar budaya yang masih berdiri kokoh sebagai benteng pertahanan di masa kesultanan Lingga-Riau-Johor-Pahang, menjadi saksi bisu, betapa pentingnya pulau bersejarahi ini yang sudah melegenda perlu dipertahankan dan dibudayakan sebagai daerah yang bersejarah untuk tujuan wisata religi dan budaya, jelas Nizar.
“Selamat dan tahniah kepada pengurus LAM Desa Mepar. Dan kami berharap semoga dapat menjadi teladan dan contoh bagi masyarakat, terutama bicara adat dan budaya melayunya. Kalaulah bergerak seiring selangkah niat dicapai pantang menyerah,” papar Nizar.
Menurut Nizar, dari catatan sejarah Lingga merupakan pusat tamaddun yang cukup lama, lebih kurang 113 tahun menjadi pusat pemerintahan para Sultan Melayu di Daik.
“Sejak 1787 sampai 1900-an, umur yang panjang dan tua menjadi sebuah pusat pemerintahan. Barulah pada tahun 1900, menjelang penghapusan kesultanan oleh Belanda, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pulau Penyengat,” urainya lagi.
Apalagi peran penting pulau Mepar, tentu tak lepas dari catatan sejarahnya. Dengan adanya makam Temenggung Jamaluddin, Datok Kaya Motel, benteng-benteng Mepar, serta cerita meriam sumbing.
Daik juga dikenal sebagai negeri para Sultan atau Yang Dipertuan Besar. Ada 4 Yang Dipertuan Besar dan seorang Yang Dipertuan Muda yang bersemayam di tanah Daik. Mereka adalah Sultan Mahmud Riayat Syah III (Marhum Masjid), Sultan Abdul Rahman Syah (Marhum Bukit Cengkeh), Sultan Muhammad Syah II (Marhum Kedaton) serta Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II serta Muhammad Yusuf Al Ahmadi, Dipertuan Muda Riau X.
“Jika dibandingkan dengan Pulau Penyengat, Sejarah di Lingga lebih tua. Maka dari itu kita harus mampu menggrand desainnya semaksimal mungkin, untuk wisata sejarah dan religinya, disini salah satunya,” jelas Nizar.
Pemerintah daerah sudah merancang rencana besar tersebut, namun perlu dukungan dan semangat dari semua kalangan, termasuk para pelaku budaya dan masyarakat di Desa Mepar sendiri. Dengan terbentuknya LAM Desa Mepar, dengan harapan pemerintah daerah agar dapat menjadi motor penggerak adat dan budaya bagi masyarakat setempat, tutur Nizar.
” Saya percaya dengan semangat bersama, walaupun baru akan memulai untuk mempromosikan, meski terlambat tidak menyurutkan niat untuk menjadikan, tidak ada kata istilah terlambat untuk memulainya, konsep Desa Mepar diseksamai dengan matang,” jelasnya.
Berkaitan dengan kearifan lokal, wisata religi yang masih dilestarikan di Mepar, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Berzanji yang sudah terdaftar sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia. Selain itu wisata kuliner di Tanjung Buton dengan view gunung Daik, sudah pasti menjadi pelengkap destinasi di Desa Mepar.
” Masyarakat disini harus siap sadar wisata, harus kita lakukan bersama-sama, LAM disini juga harus ada gerakan bersama dengan pemerintah desanya, bulatkan tekad untuk mencapai keinginan dalam membangun desa kita,” harap Nizar.
Hal senada Kepala Desa Mepar Handoyo mengatakan, terbentuknya LAM Desa Mepar, bisa menjadi leader sejarah dan budaya bagi masyarakat, Apalagi progran pemerintah daerah untuk menjadikan Desa Mepar sebagai desa wisata sejarah dan religi, menjadi tantangan bagi desa dan seluruh pelaku budaya serta masyarakat desa, kata Handoyo.
“Saya yakin rencana ini bisa terwujud, bila kita semua ikut berperan serta untuk mewujudkan, Mari bersama kita bahu membahu, LAM terpilih diharapkan salah sato motor penggerak” harapnya dihadapan masyarakatnya yang hadir. Sumber Kominfo. (Leader)
Discussion about this post