Tanjungpinang (leader) – Jumlah pengungsi di Indonesia meningkat dalam beberapa tahun terakhir disebabkan Australia mengeluarkan kebijakan “menutup pintu” bagi para pencari suaka dari berbagai negara yang sedang komplik.
Kepala Kantor Perwakilan United Nations High Commissioner for Refugees Provinsi Kepulauan Riau (UNHCR Kepri) Frangky Lukitama dalam Focus Grup Discussion yang diselenggarakan Forum Masyarakat Peduli Kepri di aula Asrama Haji Tanjungpinang, Selasa (25/6/2019), mengatakan, para pengungsi tidak mendapat kepastian sampai kapan tinggal di Batam dan Bintan akibat kebijakan Pemerintah Australia tersebut.
Hal tersebut mengakibatkan jumlah pengungsi membludak di Batam dan Bintan.
“Australia merupakan salah satu negara yang menandatangani Konvensi Jenewa 1951,” ujarnya.
“Jika ada yang bertanya sampai kapan para pencari suaka itu tinggal di Hotel Badra yang merupakan ‘Comunity House”, jawabannya ya tidak tahu,” tambahnya.
Frangky menjelaskan negara tujuan para pengungsi bukan Indonesia, melainkan Australia. Para pengungsi ke Indonesia lantaran wilayah timur Indonesia berbatasan dengan Australia.
Batas waktu para pengungsi berada di Indonesia tidak dipatok, Para pengungsi ada yang sudah 1-5 tahun berada di Pulau Bintan. “Bahkan ada yang sudah 10 tahun di Tanjungpinang,” katanya.
Cara lain yang dilakukan yakni memulangkan para pengungsi tersebut ke negara asalnya. Namun itu sulit dilakukan, karena mereka banyak menolak.
“Untuk memulangkan ke negaranya harus dipastikan negaranya dalam kondisi aman,” katanya.
Narasumber lainnya, Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Kemenkum HAM Kepri Ahmad Firmansyah mengatakan, Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi para pengungsi dengan alasan kemanusiaan.
“Ada landasan hukum yang merupakan turunan dari konstitusi sebagai alasan Indonesia melindungi para imigran,” ujarnya.
Ahmad mengatakan tidak semua warga asing yang ditangani Imigrasi itu berstatus sebagai pengungsi dan pencari suaka.
Warga asing yang melakukan kejahatan di negaranya, seperti korupsi, tidak dapat dilindungi Pemerintah Indonesia.
“Jika ada, kemudian ditangkap, pasti dideportasi ke negaranya,” katanya.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Tanjungpinang Muhamad Yani Firdaus mengatakan jumlah pengungsi di Kepri mencapai 988 orang, sebanyak 455 orang tinggal di Hotel Badra, Bintan.
Jumlah pengungsi di Indonesia 13.500 orang, di Kepri jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding wilayah lain.
“Jumlah pengungsi yang ada di Indonesia lebih sedikit dibanding negara lain, contohnya di Malaysia mencapai 1 juta orang,” ucapnya.
Forum Group Discussion (FGD) dengan narasumber dari Kanwil khumham Kepri, Kepala Rudenim Tanjungpinang, Anggota DPRD Kepri, kepolisian, UNHCR Kepri, kepolisian, serta akademisi membahas permasalahan pengungsi di Pulau Bintan dilaksanakan di Asrama Haji, Tanjungpinang, Selasa (25/6/2019).
Discussion about this post