Padang Pariaman (Leadernusantara.com) – Latar Belakang Pembatalan dan Transformasi Kegiatan Efisiensi Anggaran: Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis, membatalkan Pekan Kebudayaan Daerah (rencananya digelar 10–12 Juli 2025 di Nagari Ketaping) karena alasan efisiensi anggaran. Sesuai Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang penghematan APBD menjadi dasar kebijakan ini, mengingat anggaran kegiatan mencapai Rp200 miliar. Pembatalan juga untuk menghindari kecemburuan dari 103 nagari lainnya yang tidak mendapat bantuan serupa .
Kendala Koordinasi: Bupati mengakui adanya miskomunikasi antara Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan pemimpin daerah, yang menyebabkan perencanaan kurang matang .
Transformasi Menjadi Festival Nagari, Masyarakat Nagari Ketaping, dipimpin Datuak Rajo Sampono, mengubah acara menjadi Pekan Kebudayaan Nagari Ketaping secara mandiri dengan dukungan sponsor, donatur, dan swadaya masyarakat. Pemerintah kabupaten kemudian mendukung inisiatif ini sebagai model partisipatif .
2. Kritik dan Ajakan Persatuan dari Wali Feri, Dukungan untuk Kebudayaan, Wali Feri (Tri Suryadi) mengapresiasi semangat masyarakat Nagari Ketaping dalam menyelenggarakan festival secara mandiri. Ia menilai acara ini berhasil memeriahkan kebudayaan lokal dan melibatkan perantau .
Kritik atas Pidato Provokatif, Feri menyayangkan pidato Datuak Rajo Sampono yang dinilainya berpotensi memecah belah, terutama karena menyiratkan kritik tajam terhadap Bupati. Ia menekankan bahwa tokoh adat seharusnya menjadi “pendingin” konflik, bukan memanaskan situasi.
Prioritas Pembangunan Daerah, Feri mengingatkan bahwa Padang Pariaman sedang menghadapi masalah mendesak seperti pemulihan pascabencana, banjir, normalisasi Batang Anai, dan perbaikan jembatan putus (Kuliek, Sikabu, Lubuak Aluang). Ia mendorong semua pihak fokus pada isu-isu ini ketimbang polemik budaya .
3. Solusi dan Rekomendasi Mediasi Konflik: Feri mengajak tokoh adat, masyarakat, dan pemerintah daerah berdiskusi untuk menyelesaikan polemik secara kekeluargaan. Ia menawarkan diri sebagai mediator untuk mempertemukan Datuak Rajo Sampono dengan Bupati.
Model Pendanaan Alternatif, Merujuk pada kesuksesan Festival Sintuak Toboh Gadang (yang murni swadaya tanpa APBD), Feri mendorong nagari lain mengadopsi pendanaan mandiri melalui sponsor, perantau, dan dana nagari.
Pentingnya Etika Berpolitik. Feri menegaskan bahwa kritik terhadap pemerintah harus disampaikan secara bijak, proporsional, dan menghormati simbol daerah. Ia mengingatkan agar tidak “kebablasan” dalam beretika .
Implikasi bagi Masyarakat dan Pemerintah, Dukungan Perantau, Perantau Padang Pariaman (terutama di Pekanbaru) memiliki pengaruh signifikan dalam pembangunan daerah. Dukungan mereka terhadap festival dan figur seperti Wali Feri menunjukkan potensi kolaborasi lintas wilayah .
Kepercayaan Publik. Pembatalan ini berisiko mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Namun, dukungan terhadap inisiatif nagari dapat menjadi momentum untuk memperkuat otonomi desa .
Peta Politik 2025. Wali Feri, yang disebut sebagai calon bupati kuat dalam Pilkada 2025, memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat citranya sebagai tokoh pemersatu. Dukungan empat partai pengusung dan survei elektabilitas menunjukkan peluangnya menguasai peta politik lokal .
Kesimpulan Polemik pembatalan Pekan Kebudayaan Padang Pariaman menyisakan pelajaran penting. Efisiensi anggaran harus diimbangi dengan komunikasi efektif antar-pemangku kebijakan.
Swadaya masyarakat (seperti di Nagari Ketaping) membuktikan ketahanan budaya tanpa bergantung penuh pada APBD.
Peran tokoh adat dan politik seperti Wali Feri krusial dalam meredam konflik dan mengalihkan energi publik ke pembangunan infrastruktur mendesak.
Ajakan Feri untuk “menjaga persatuan” bukan sekadar retorika, melainkan strategi membangun sinergi antar-nagari, perantau, dan pemerintah demi percepatan pembangunan Padang Pariaman pasca setelah bencana beberapa waktu lalu. (Leader)
Discussion about this post