Kepri (Leadernusantara.com) – Aroma tak sedap mencuat adanya kucuran dana publikasi yang lumayan besar bersumber dari APBD Provinsi Kepri tahun anggaran 2025, ” Kemana di alirkannya diduga Sarat KKN.
Hal itu Menurut Pendiri dan Dewan Pakar Pelajar Intelektual Mahasiswa dan Anak Negeri (Piaman Community) Provinsi Kepri Mori Guspian, mempertanyakan anggaran publikasi di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Kepri yang cukup fantastis.
Hal itu Ditegaskan Mori Guspian bahwa pengadaan barang dan jasa sudah diatur dalam regulasi yang jelas. berbeda dengan dinas seperti superbodi ini menonjol dalam pengelola dana publikasi cukup fantastis capai 2,6 Miliyar.
“Pengadaan barang dan jasa itu sudah diatur dalam LKPP dan Peraturan Pemerintah. Orientasi dan petunjuknya pun ada di dalam LKPP itu sendiri,” jelasnya senin 10/3-2025.
Lebih lanjut, Mori menjelaskan bahwa belanja jasa publikasi itu memiliki aturan tersendiri, pada umumnya menjadi kewenangan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kepri tentunya.
Oleh karena itu, jika ada anggaran publikasi di dinas lain, harus dilakukan secara prosedural dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur belanja barang dan jasa.
“Jika ada belanja publikasi di luar Diskominfo, apapun bentuknya, maka harus dilakukan secara prosedural. Mereka juga harus terbuka dan mengumumkan belanja publikasi ini terlebih dahulu,” tegasnya.
Mori juga pertanyakan adanya paket-paket belanja publikasi yang nilainya cukup besar di DP3AKB. Menurutnya, paket dengan nilai besar seharusnya melalui proses lelang, bukan penunjukan langsung.
“Kalau kita lihat, ada paket dengan nilai yang tidak kecil di dinas ini. Seharusnya dilakukan secara lelang, kecuali untuk paket kecil yang memang boleh dilakukan dengan penunjukan langsung,” katanya.
Ia juga mencurigai adanya anggaran publikasi yang masuk secara diam-diam tanpa proses yang transparan. Padahal, aturan membatasi belanja publikasi di luar Diskominfo maksimal hanya 20 persen.
“Tiba-tiba anggaran ini masuk secara diam-diam, penuh indikasi. Kalau berdasarkan aturan, belanja publikasi di luar Diskominfo itu dibatasi maksimal 20 persen. Nah, di dinas ini ada nilai yang tidak kecil. Sifat urgensinya seperti apa? Target implementasinya bagaimana? Itu semua harus ada pertimbangan dalam penganggaran,” jelas Mori.
Lebih jauh, ia menilai anggaran ini sangat mencurigakan dan berpotensi menjadi anggaran titipan yang mengarah pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Anggaran ini patut dicuriga’i, kuat indikasinya sebagai anggaran titipan dan ada potensi KKN,” tegasnya.
Selain itu, Mori juga melihat adanya persaingan tidak sehat dalam pengalokasian anggaran publikasi ini. Jika tidak dilakukan secara transparan, bisa memicu praktik monopoli oleh beberapa perusahaan media tertentu.
“Anggaran ini bisa menciptakan persaingan tidak sehat, bahkan berpotensi memonopoli beberapa perusahaan jika tidak dilakukan secara transparan,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Mori mempertanyakan siapa yang sebenarnya mengajukan anggaran ini. Apakah murni dari dinas atau ada campur tangan anggota dewan?.
Ia juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindaklanjuti indikasi tersebut.
“Yang menjadi pertanyaan kita, siapa yang mengajukan anggaran ini? Dinasnya atau anggota dewan? Jika ada indikasi korupsi, maka kita minta APH segera turun tangan sebelum negara atau perusahaan media dirugikan,” tutupnya. (Leader)
Discussion about this post